Jakarta, ngga' ada yang ngga' kenal kota ini. Salah satu kota terbesar di Indonesia, pusat pemerintahan, salah satu pusat percampuran kebudayaan, pusat...apa ajah dech. Biar bukan orang Jakarta asli (baca:betawi), izinkan saya untuk bercerita tentang Jakarta, dari sudut pandang saya tentunya, sudut pandang orang yang belakangan ini tinggal di salah satu bagian dari kota Jakarta. Jadi, ini tentunya ngga' mewakili Jakarta secara keseluruhan.
Jakarta itu, kota yang hidup 24 jam. Di jalanan Jakarta, waktu dimana kita masih terlelap dan terbuai mimpi, masih ada orang yang bekerja mencari penghidupan. Sebenernya, apa yang pengen saya tulis lebih kepada pengalaman selama beberapa hari ini . Menelusuri jalanan kota Jakarta, dari Tebet - Kampung Melayu - Cipinang. Selama beberapa hari tersebut, kemarin, hari ini, dan yang akan datang, banyak hal yang saya bisa pelajari. Termasuk bersyukur atas nikmat yang sudah diberikan-Nya kepada kami. Salah satu contoh, belakangan ini hujan deras mengguyur Jakarta. Dan payahnya, hal yang sama dialami Bogor dan Depok (yang katanya jadi penyumbang banjir di Jakarta). Ini berdampak pada meluapnya beberapa sungai yang ada di Jakarta. Perkampungan yang ada di sekitar bantaran sungai ikut terendam. Masyarakat mengungsi. Nah, kebetulan, kalo dari terminal Kampung Melayu, tempat pengungsiannya dilewatin sama mikrolet yang biasa saya naekin. Disitulah, saya bisa belajar, bahwa saya saat ini lebih beruntung dibanding teman2 yang mengungsi. Memang, sejauh ini saya belum bisa memberikan sumbangan lebih kepada mereka, selain do'a, semoga hujan berhenti mengguyur, air sungai segera surut, sehingga mereka bisa pulang ke rumahnya.
Lah...koq jadi bahas banjir! Gapapa, intermeso. Kembali kemenelusuri jalur Tebet - Kampung Melayu - Cipinang, satu yang bikin saya sebel kalo lagi naek mikrolet. Macet di depan Sta. Jatinegara! Uhhhh...!!! Kalo lagi ngga' cape mah, santai2 ajah. Tapi kalo lagi ngantuk dan pengen cepet2 sampe rumah, khan jadi sebel banget. Macet lebih dikarenakan, 1/2 bagian dari jalan ke arah Klender di depan stasiun dipake untuk berdagang. Ditambah lagi kopaja dan mikrolet yang berhentinya...cuma si sopir dan Tuhan yang tau kapan dan di sebelah mana mau berhenti :(. Akhirnya, untuk tinggal di Jakarta memang dibutuhkan kesabaran yang luar biasa. Salut untuk orang2 yang bisa bertahan tinggal di Jakarta selama bertahun-tahun. Hidup itu memang tidak mudah dan penuh perjuangan. Kalimat itu jadi lebih berasa kalo kita maen ke Jakarta (dan atau mungkin di kota-kota lain?).
Ini baru Jakarta loh. Entah, mungkin ada orang lain nun jauh di sana yang mungkin memiliki pengalaman yang sama :).
Jakarta itu, kota yang hidup 24 jam. Di jalanan Jakarta, waktu dimana kita masih terlelap dan terbuai mimpi, masih ada orang yang bekerja mencari penghidupan. Sebenernya, apa yang pengen saya tulis lebih kepada pengalaman selama beberapa hari ini . Menelusuri jalanan kota Jakarta, dari Tebet - Kampung Melayu - Cipinang. Selama beberapa hari tersebut, kemarin, hari ini, dan yang akan datang, banyak hal yang saya bisa pelajari. Termasuk bersyukur atas nikmat yang sudah diberikan-Nya kepada kami. Salah satu contoh, belakangan ini hujan deras mengguyur Jakarta. Dan payahnya, hal yang sama dialami Bogor dan Depok (yang katanya jadi penyumbang banjir di Jakarta). Ini berdampak pada meluapnya beberapa sungai yang ada di Jakarta. Perkampungan yang ada di sekitar bantaran sungai ikut terendam. Masyarakat mengungsi. Nah, kebetulan, kalo dari terminal Kampung Melayu, tempat pengungsiannya dilewatin sama mikrolet yang biasa saya naekin. Disitulah, saya bisa belajar, bahwa saya saat ini lebih beruntung dibanding teman2 yang mengungsi. Memang, sejauh ini saya belum bisa memberikan sumbangan lebih kepada mereka, selain do'a, semoga hujan berhenti mengguyur, air sungai segera surut, sehingga mereka bisa pulang ke rumahnya.
Lah...koq jadi bahas banjir! Gapapa, intermeso. Kembali kemenelusuri jalur Tebet - Kampung Melayu - Cipinang, satu yang bikin saya sebel kalo lagi naek mikrolet. Macet di depan Sta. Jatinegara! Uhhhh...!!! Kalo lagi ngga' cape mah, santai2 ajah. Tapi kalo lagi ngantuk dan pengen cepet2 sampe rumah, khan jadi sebel banget. Macet lebih dikarenakan, 1/2 bagian dari jalan ke arah Klender di depan stasiun dipake untuk berdagang. Ditambah lagi kopaja dan mikrolet yang berhentinya...cuma si sopir dan Tuhan yang tau kapan dan di sebelah mana mau berhenti :(. Akhirnya, untuk tinggal di Jakarta memang dibutuhkan kesabaran yang luar biasa. Salut untuk orang2 yang bisa bertahan tinggal di Jakarta selama bertahun-tahun. Hidup itu memang tidak mudah dan penuh perjuangan. Kalimat itu jadi lebih berasa kalo kita maen ke Jakarta (dan atau mungkin di kota-kota lain?).
Ini baru Jakarta loh. Entah, mungkin ada orang lain nun jauh di sana yang mungkin memiliki pengalaman yang sama :).
Komentar